Sejak tahun 2009, Shanyna Isom telah menderita kondisi kulit yang misterius yang menyebabkan tumbuhnya kuku (atau lebih tepatnya bagian kuku pada ujung jari yang tidak menempel pada kulit) melalui pori-pori kulit di seluruh tubuhnya. Penyakit misterius ini tak terbayangkan bahkan setelah lima tahun berlalu, dokter tidak mengetahui apa yang salah.
Dikutip dari dreamersradio.com yang melansir odditycentral, menurut dokter yang menangani kasusnya di Johns Hopkins Medical Center di Baltimore, Shanyna adalah satu-satunya orang yang menderita penyakit aneh ini.
Semua dimulai pada tahun 2009 saat Shanyna mendapat serangan asma akut, dia dilarikan ke ruang gawat darurat di mana dia diberi steroid dalam dosis yang besar. Segera setelah itu, dia mengalami alergi steroids dan kulitnya mulai merasa gatal yang tak tertahankan. Kondisinya semakin memburuk meski sudah diberi Benadryl dan obat alergi lainnya.
“Itu sangat tidak terkendali dan kami tidak tahu apa itu sebenarnya. Dan keropeng-keropeng hitang mulai keluar di kulitnya,’ Kathy Gary, Ibu Shanyna menjelaskan. “Kuku akan tumbuh panjang dan keluar lalu tumbuh lagi dengan sendirinya. Itu sulit untuk disentuh dan menempel.”
Serangkaian tes telah dilakukan, termasuk biopsi sumsum tulang, namun semuanya terbukti tidak meyakinkan. Dokter di Memphis yang sering melihat kondisinya sudah menyerah dalam mencari pengobatan. “Dia mengatakan Shanyna akan terus seperti itu di sisa umurnya,” kata Kathy. “Tapi Saya tidak bisa menerima itu.” Jadi keluarganya tetap mencari pengobatan sampai akhirnya diterima di John Hopkins di tahun 2011.
Dokter-dokter di sana melakukan lebih banyak tes dan akhirnya menemukan bahwa Shanyna memproduksi 12 kali lipat sel kulit di masing-masing folikel rambut. Mereka menduga bahwa itu mungkin karena vitamin pelindung auat karena kulitnya tidak mendapat cukup oksigen.
Rencana perawatan di Johns Hopkins sebenarnya menolong kondisi Shanyna sedikit membaik. Melalui perawatan yang intensif, mereka dapat menghilangkan folikel yang tumbuh dengan keras di kepalanya. “Kakinya belum sembuh dari keropeng hitam.” Dia harus pergi ke Baltimore setidaknya satu bulan sekali, untuk memonitor kondisinya.
Sayangnya, perawatan tersebut cukup mahal dan Shanyna belum membayar tagihan sebesar 1 juta dolar. Obat yang menjaganya untuk tetap hidup seharga 25,000 dolar per bulan. Yang paling buruk adalah ibunya kini kehilangan pekerjaan sebagai resepsionis rumah sakit karena dia harus merawat Shanyna sepanjang waktu.